Pertanyaan:
Bismillah
Ustadz, apakah wanita haid diperbolehkan untuk i’tikaf? Kemudian, apakah jika seseorang yang beri’tikaf kemudian keluar dari masjid untuk keperluan mubah yang kurang syar’i, lalu ia ingin beri’tikaf lagi di hari yang tersisa, apakah ia kemudian berniat i’tikaf lagi?
Syukran jazakallahu khairan
Dari: Fitri
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasullillah, wa ba’du
Ulama berbeda pendapat tentang hukum i’tikaf bagi wanita haid, nifas, atau orang junub.
Pertama, haram dan tidak sah
Ini adalah pendapat mayoritas ulama (Fiqhul I’tikaf, Hal. 26).
Hanya saja, ulama hanafiyah menjadikan syarat suci dari haid atau nifas, untuk i’tikaf Ramdahan saja, kerana mereka berpendapat bahwa i’tikaf harus disertai puasa.
Kedua, wanita haid boleh i’tikaf dan hukumnya sah.
Ini adalah pendapat Madzhab Zahiriyah (al-Muhalla, 2:250). Pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Musthofa al-Adawi dalam Jami’ Ahkam an-Nisa’ (5:232).
Jika dipetakan, sejatinya perselisihan pendapat dalam masalah ini kembali pada perselisihan mereka tentang dua hal:
Apakah dalam i’tikaf disyaratkan harus disertai puasa?
Bolehkah wanita haid, nifas, atau orang junub duduk di masjid?
Bagi ulama yang mempersyaratkan bahwa i’tikaf harus dilakukan ketika puasa, mereka menegaskan bahwa wanita haid atau nifas dilarang melakukan i’tikaf. Sebagaimana pendapat hanafiyah (Hasyiyah Ibn Abidin, 2:442)
Demikian pula ulama yang mengharamkan wanita haid atau nifas atau sedang junub masuk masjid, mereka menegaskan terlarangnya melakukan i’tikaf.
Di sisi lain, hambali membolehkan orang junub duduk di masjid, dalam kesempatan yang sama, mereka melarang orang junub melakukan i’tikaf. Karena i’tikaf tidak hanya cukup duduk sebentar. Mereka berdiam di masjid untuk rentang waktu tertentu, semalam atau sehari.
Lebih dari itu, terdapat sebuah riwayat dari A’isyah, beliau mengatakan
كن المعتكفات إذا حضن أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم بإخراجهن من المسجد
“Dulu para wanita melakukan i’tikaf. Apabila mereka haid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk keluar dari masjid.” (riwayat ini disebutkan Ibn Qudamah dalam al-Mughni 3:206 dan beliau menyatakan: Diriwayatkan oleh Abu Hafs al-Akbari. Ibnu Muflih dalam al-Furu’ 3:176 juga menyebutkan riwayat ini dan beliau nisbahkan sebagai riwayat Ibnu Batthah. Kata Ibnu Muflih: “Sanadnya baik”).
Sehingga kesimpulannya, pendapat yang kuat adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama, bahwa i’tikaf bagi wanita haid atau nifas atau junub statusnya terlarang, sampai mereka suci dan bersuci.
Meskipun demikian, bagi anda yang sedang mengalami haid atau nifas di 10 malam terakhir bulan ramadhan, kami harap tidak berkecil hati apalagi muncul perasaan marah terhadap ketetapan Allah. Karena setiap mukmin bisa mendapatkan keutamaan lailatul qadar, meskipun dalam kondisi hadats. Wanita haid atau nifas bisa melakukan amal apapun selama bukan ibadah yang dilarang. Keterangan selengkapnya bisa anda simak di: konsultasisyariah.com/lailatul-qadar-untuk-wanita-haid
Allahu a’lam
Sumber : konsultasisyariah.com
loading...
0 Komentar untuk "Hukum I’tikaf Bagi Wanita Haid"